Gerabah
Industri Kerajinan Gerabah di desa Maregam Selasa, 26 April 2022
Pernahkah Sobat KPH mengunjungi Pulau Mare ? (klik > pulau mare). Pulau kecil yang indah dan unik ini terletak di sebelah selatan Pulau Tidore yang juga secara administratif termasuk ke dalam bagian dari wilayah Kecamatan Tidore Selatan. Menurut warga masyarakat setempat, nama Pulau Mare berasal dari kata More. Dalam bahasa Tidore More artinya dia, yaitu menunjuk pada seorang perempuan dan kata Gam mempunyai arti desa atau kampung.
Masyarakat yang tinggal di Desa Maregam dapat berasal dari beberapa suku. Adapun suku-suku yang dominan adalah yang merupakan suku asli seperti Tidore. Sebagian kecil lainnya berasal dari Kayoa, Makean, Ternate, Bacan, Tobaru, Loloda, Moro, Sanana, serta suku pendatang seperti Sangir, Bugis, Makassar, Buton, Sunda dan Jawa. Desa Maregam merupakan gambaran kecil budaya Tidore yang berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya. Meskipun terdapat suku lainnya di Maregam, kegiatan gotong-royong masih tetap terpelihara utamanya dalam hal pengolahan lahan. Bagi warga dengan mata pencaharian utamanya adalah bertani, pengelolaan lahan dapat dilakukan secara bergotong royong, dalam bahasa daerah Ternate/Tidore dikenal dengan nama “Galasi atau Marong”. Sistem pertanian ini menerapkan sikap saling tolong menolong antara satu kepala keluarga dengan kepala keluarga lainnya dalam rangka mengelola lahan. Begitu pula dengan pembangunan/perbaikan rumah warga yang membutuhkan, semuanya dilakukan dengan cara gotong-royong.
Warisan budaya lainnya yang masih dilakukan warga adalah membuat gerabah. Gerabah asal desa ini umumnya berbentuk periuk, belanga dan pembakar sagu. Secara rutin kerajinan masyarakat ini dipasarkan ke berbagai daerah di Maluku Utara. Tidak sembarang orang dapat melakukan proses pembuatan gerabah ini, secara adat dan turun temurun hanya kaum wanitanya saja yang melakukannya. Para pria akan menyediakan bahan baku tanah liat dan peralatan lainnya. Demikian kebiasaan dan adat istiadat warga Maregam yang masih dipertahankan hingga saat ini.
Karajinan Gerabah di Mare selain manjadi penopang hidup masyarakat dalam hal ekonomi, gerabah juga merupakan ikon khas (cagar budaya) Kerajaan Tidore. Hal ini disebabkan karena pada zaman dahulu masyarakat Tidore menjadikan gerabah (dari tanah liat) sebagai alat utama dalam kelangsungan hidup mereka semisal alat memasak, perkakas rumah tangga lain hingga alat wajib dalam upacara-upacara adat. Pada kondisi ini orang yang mampu membuat gerabah di tempatkan pada status sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengrajin alat-alat tradisional lainnya. Menurut keterangan baik dari para peneliti sejarah maupun cerita rakyat setempat menunjukkan bahwa gerabah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Tidore di masa lampau, bahkan pengrajin gerabah di Desa Maregam diprediksi telah ada sejak ratusan tahun lalu dan masih bertahan hingga saat ini (Taurid M. Y, 2015).
Atraksi budaya di Desa Maregam cukup beragam, rangkaian acara seperti prosesi pernikahan, khitanan dan lainnya lazim dilakukan sesuai dengan adat istiadat setempat. Di sisi lain keunikan dan ciri khas pembuatan gerabah yang sudah dilakukan sejak berabad-abad tahun yang lalu merupakan tradisi yang perlu di tampilkan. Pembinaan generasi muda untuk mengangkat nilai-nilai luhur dan menyemarakkan geliat budaya tersebut perlu dilakukan, sehingga tradisi yang ada di Desa Maregam dapat lestari dan menjadi suatu kearifan lokal masyarakat di sekitar kawasan hutan desa.
Budaya membuat gerabah dilakukan dengan cara yang sederhana, warisan budaya gerabah yang dihasilkan sebanyak lima jenis. Jenis-jenis kerajinan gerabah yang dihasilkan adalah forno (tempat membakar sagu), bura-bura (bahasa Tidore) atau ngura-ngura (bahasa Ternate) sebagai penutup masakan, dan hito (bahasa Tidore) atau tempat pembakaran dupa, serta beberapa jenis belanga dan kuali tradisional khas Maluku Utara. Forno misalnya, merupakan alat percetakan sagu, adalah bagian dari perjuangan ketahanan pangan di Maluku Utara. Juga bura-bura yang digunakan untuk memasak kuliner khas Maluku Utara seperti kue apam Ternate, lapis Tidore dan Sanana.
Begitu pula sendok gerabah yang digunakan untuk membakar arang, dan hito untuk menaruh arang yang sudah dibakar bersama kemenyan. Dua perkakas ini dibuat untuk digunakan saat tahlilan. Kendala yang dihadapi dalam rangka membuat gerabah modern adalah keterbatasan teknologi pengrajin gerabah.
Klik :
(Nyong Ardiono, 2022)
Komentar
Posting Komentar